Peranan Informasi Geospasial Untuk Pembangunan Nasional

Informasi geospasial dapat didefinisikan sebagai semua informasi yang menyangkut lokasi dan keberadaan suatu objek pada permukaan bumi. Saat ini tren pembuatan informasi geospasial seperti peta mengarah pada pembuatan peta-peta skala besar seperti skala 1:50.000. Penggunaan peta-peta skala besar ini digunakan seperti pada perancangan tata ruang kota dan desa.

Hal itu diungkapkan oleh Titiek Suparwati, Sestama Badan Informasi Geospasial (BIG) selaku pembicara kunci dalam kuliah umum bertajuk “Peranan Informasi Geospasial Untuk Pembangunan Nasional” yang digelar oleh Departemen Geografi FMIPA UI dan Badan Informasi Geospasial pada hari Rabu (7/3) di Gedung C FMIPA UI.

Titiek menjelaskan bahwa Informasi Geospasial (IG) diperlukan untuk implimentasi kebijakan pembangunan secara efektif dan efesien. Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 2011 tentang IG, BIG memiliki tugas pokok dan fungsi yang lebih luas, tidak sekedar mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan survei pemetaan untuk menghasilkan peta namun membangun Informasi Geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses, menjadi regulator, eksekutor, koordinator pembangunan IG Dasar, pembangunan IG Tematik, dan pembangunan Infrastruktur IG.

Lebih lanjut, Titiek memaparkan bahwa pembangunan IG Dasar (IGD) ini penting, mengingat IGD menjadi acuan untuk IG Tematik (IGT). Maka dari itu, penting untuk menjamin keterpaduan informasi geospasial nasional. Untuk pembangunan IGT, akan mengkoordinasikan penyusunan IGT yang terintegrasi dengan berpedoman pada norma, standar dan pedoman yang ditetapkan oleh BIG. Sementara pembangunan Infrastruktur IG (IIG), akan membangun sistem pengelolaan dan akses terhadap IG, sebagai implementasi kebijakan teknis yang mengacu kepada Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2014 tentang Jaringan Informasi Geospasial Nasional.

Selain menjelaskan pentingnya IGD, IGT, dan IIG,  Titiek juga memaparkan terkait Kebijakan Satu Peta (KSP), yang merupakan solusi sempurna untuk mengatasi masalah tumpang tindih izin penggunaan lahan. KSP bertujuan untuk membuat peta yang mengacu pada Satu Georeferensi, Satu GeoStandard, Satu Geodatabase, dan Satu GeoCustodian pada tingkat akurasi skala peta 1: 50.000. Tujuan utama dari kebijakan satu peta adalah sebagai standar referensi basis data Geo-Portal, serta bermanfaat sebagai acuan untuk memperbaiki data spasial, akurasi perencanaan tata ruang, akurasi dalam penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan.

“KSP ini penting karena akan mengurangi kerancuan informasi geospasial dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, pengurusan perizinan, maupun proyek strategis” tandas Titiek.

Sementara untuk jadwal dan kawasan pelaksanaan KSP pada tahun 2016 telah dilaksanakan untuk Pulau Kalimantan, tahun 2017 di Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, NTT, sedangkan tahun 2018 di Pulau Ambon, Pulau Papua, dan Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat dilakukan penyempurnaan KSP ditahun 2019.

Menurut Titiek, banyak instansi yang mengumpulkan dan mengelola beragam data geospasial untuk tujuan masing-masing, sehingga tercipta  pulau-pulau informasi, duplikasi informasi, duplikasi alokasi sumberdaya, dan sebagainya, sehingga KSP ini penting untuk meminimalisir hal-hal tersebut.

Untuk bidang IIG, ada beberapa hal yang juga sedang dikembangkan oleh BIG. Diantaranya terkait pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) berbasis spasial, pengembangan Ina-Geportal versi terbaru yang memudahkan proses berbagi pakai IG, pembangunan simpul jaringan dan kelembagaan IG di Indonesia, lalu juga pembangunan Pusat Pengembangan Infrastuktur Data Spasial (PPIDS) di berbagai universitas di Indonesia.