Menengok Keberhasilan Petani Perkotaan di Rorotan, Jakarta Utara

Sabtu, 28 April 2018 mahasiswa Departemen Geografi kelas Geografi Pertanian dibawah bimbingan Ibu Dra. Tuty Handayani, MS dan Ibu Ratri Candra Restuti, M.Si selaku pengampu mata kuliah melakukan kunjungan ke Kelurahan Rorotan Kecamatan Cilincing kota Jakarta Utara. Kegiatan ini bertujuan untuk membekali mahasiswa mengenai pengusahaan pertanian di wilayah perkotaan. Kunjungan lapang diawali dengan diskusi bersama penyuluh pertanian, ketua Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) dan perwakilan petani Kelurahan Rorotan. Selanjutnya, mahasiswa melakukan survey ke wilayah pertanian dan melakukan wawancara secara langsung dengan para petani. Peserta dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu tim sayuran dan tim padi. Dengan demikian diharapkan kegiatan ini membuat mahasiswa kelas Geografi Pertanian mendapatkan informasi yang lengkap berdasarkan jenis pertanian yang
diusahakan oleh para petani.

Gambar 1. Kunjungan ke Balai Penyuluhan Pertanian Sukapura, Kelurahan Rorotan, Jakarta Utara

 

Gambar 3. Kegiatan Mewawancarai Petani Padi

Sesampainya di lokasi pertanian kami dibuat terkejut karena tidak menyangka masih banyak hamparan sawah yang terletak di kota metropolitan seperti Jakarta ini. Namun, menurut informasi dari petugas kantor Balai Penyuluh Pertanian, lahan pertanian di kelurahan Rorotan ini telah berkurang secara drastis sejak tahun 2005. Berkurangnya lahan pertanian ini tidak terlepas dari adanya pembangunan perumahan dan ruko – ruko secara massive yang menyebabkan lahan pertanian semakin tergusur. Lebih ironi lagi ketika kami mengetahui lahan – lahan pertanian yang digarap oleh para petani ini 90%nya merupakan lahan yang dimiliki oleh pengembang sehingga sewaktu – waktu lahan pertanian ini dapat digusur dan diganti dengan perumahan atau ruko.

Gambar 4. Lokasi survey komooditas pertanian sayur di Kelurahan Rorotan Jakarta Utara.

 

Gambar 5. Lokasi survey komoditas padi sawah di Kelurahan Rorotan Jakarta Utara.

Berdasarkan hasil wawancara, kami ketahui bahwa para petani bukan warga asli Kelurahan Rorotan, melainkan berasal dari daerah – daerah pesisir utara maupun selatan seperti Indramayu, Tegal, Pemalang hingga Cilacap bahkan kami juga menemukan ada juga petani yang berasal dari Lampung. Motivasi mereka melakukan pertanian di Jakarta tidak lain disebabkan kepemilikan lahan di kampung halaman mereka yang terbatas sehingga sulit bagi mereka untuk melakukan pertanian di kampung halaman. Selain itu ada juga dari para petani yang memiliki motivasi hanya untuk mencoba pertanian di kota Jakarta. Hal ini cukup unik mengingat mereka keluar dari kampung halaman mereka dengan masa depan yang mereka sendiri belum tahu apakah berhasil atau tidak.

Terkait pola tanam, petani sayuran mengungkapkan bahwa selama ini mereka melakukan usaha pertanian dengan cara menanam tanaman sesuai dengan trend pasar yang sedang terjadi. Hal ini pada dasarnya sangat berisiko bagi petani, karena bila tanaman yang mereka tanam hanya mengandalkan kebutuhan pasar sewaktu dapat terjadi ketika musim panen tiba harga dipasar sedang turun sementara supply produk terkait jumlahnya melihat. Kondisi tersebut dapat merugikan petani karena sangat mungkin harga jual komoditas terkait menjadi sangat rendah seperti yang pernah terjadai beberapa tahun lalu pada komoditas tomat.

Aspek lain yang digali dari wawancara kepada petani adalah mengenai perawatan dan pembibitan. Para petani menuturkan bahwa secara umum pertanian yang diupayakan menggunakan tenaga kerja pribadi atau tidak memiliki pegawai untuk membantu pertanian
mereka. Hanya sesekali membayar upah kepada pekerja lain untuk membantu ketika masa panen atau masa tanam jika diperlukan tenaga ekstra.

Sementara itu, terkait modal dan distribusi hasil panen, petani menuturkan bahwa modal selama masa tanam hingga panen mengandalkan dari kantong pribadi. Belum tersedianya koperasi pertanian hingga belum percayanya pihak bank dalam memberikan pinjaman lunak menjadi kendala ketika para petani ini akan melakuka periode penanaman dan perawatan. Hal ini juga akan berdampak pada hasil panen. Menurut mereka, hasil panen yang mereka hasilkan langsung dijual kepada tengkulak mengingat ketidakpercayaan pasar terhadap mereka untuk memasarkan produk mereka secara langsung. Adapun cara meminjam uang untuk modal pertanian, biasanya melalui tengkulak. Tengkulak merupakan pengangkut hasil panen para petani dari lahan sawah langsung. Sistem pinjam modal akan dilunasi dengan pemotongan langsung harga timbangan hasil panen yang diangkut oleh tengkulak. Selain itu, para tengkulak kerap pinjaman modal kepada para petani dengan perjanjian bagi hasil ketika panen. Kejadian ini akan menguntungkan petani ketika
menghadapi paceklik hasil pertanian.

Adanya Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) juga membantu para petani baik individu maupun kelompok dalam menjalankan usaha pertanian mereka. Dalam satu kelompok tani para anggota kelompok tani akan membantu satu sama lain dalam pelaksanaan pertanian. Salah satu petani yang kami wawancarai yang merupakan salah satu anggota kelompok tani Makmur Jaya mengatakan, saat berkumpul semua kelompok tani (Gapoktan) biasanya diadakan ketika masa pembibitan dan pembasmian hama, sedangkan saat panen dan irigasi jarang berkumpul seluruh Gapoktan dikarenakan ketika panen maka para petani akan fokus mengerjakan panennya masing-masing. Sedangkan irigasi menggunakan air hujan dan ketika tidak sedang musim hujan maka irigasi memanfaatkan Sungai Melaka.

Dengan kegiatan kunjungan lapang ini, kami mendapatkan pengetahuan bahwa pertanian di Kelurahan Rorotan ini sudah berjalan dengan baik. Namun isu kepemilikan lahan dan keterbatasan modal membuat pertanian Kelurahan Rorotan belum dapat maju seperti pertanian di daerah – daerah lain. Masalah lainnya pada pertanian di DKI Jakarta adalah polusi yang sangat tinggi membuat kualitas tanah, air, dan udara yang sangat buruk sehingga untuk menghasilkan produk organik sangat sulit. Adanya masalah kualitas sumber daya alam ini memberi kesimpulan. Bagi Gapoktan setempat, bahwa pertanian sayur lebih menguntungkan dibandingkan padi karena
pengolahan dari pembibitan hingga panen membutuhkan waktu yang lebih singkat dibandingkan
padi.

(Dilaporkan oleh: Ahmad Fakhruddin, Anastasia Livia, Indah Ratna)