Bantu Warga Desa Bojong Koneng Pulihkan Ekonomi di Masa Pandemi, Akademisi FMIPA UI Gelar Pelatihan Kewirausahaan Produk Makanan

Budidaya jamur tiram di Desa Bojong Koneng, Sentul, Jawa Barat sejak tahun 2019 telah diperkenalkan oleh Dr. Retno Lestari, M.Si., Dosen Departemen Biologi FMIPA UI melalui program inovatif Mikoponik (2019), dan MikoGrow (2020). Kegiatan tersebut adalah upaya untuk membantu warga udalam meningkatkan produksi jamur tiram unggulan.

Jamur tiram memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga keripik jamur diharapkan mampu menjadi salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan protein pada masyarakat.

Sayangnya sejak Covid-19 menjangkiti Indonesia dan memuncak di tahun 2020 lalu, dampak secara ekonomi pun tak dapat dihindari para petani jamur. Permintaan jamur tiram oleh konsumen individu maupun kelompok usaha rumah makan sebagai bahan baku makanan menurun hampir 50%.

Berlatar belakang hal itu, tahun ini, Dr. Retno Lestari, M. Si. dan tim kembali melanjutkan program tersebut untuk membantu pulihkan ekonomi warga desa Bjong Koneng, tepatnya pada hari Rabu, 11 Agustus 2021 lalu. Dr. Retno dan tim hadir secara langsung di Aula Bumi Kepanduan Sentul dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Kehadiran ia dan timnya kali ini, tidak hanya mensosialisasikan dan mengajak masyarakat untuk turut aktif dan kreatif dalam budidaya jamur tiram, namun juga berfokus pada hilirisasi pengembangan berbagai produk olahan jamur tiram dengan melatih langsung para peserta yang didominasi ibu-ibu warga desa Bojong Koneng.

“Kehadiran kami kembali adalah untuk memberi dukungan semangat kepada warga terdampak ekonomi akibat pandemi yang masih berlangsung ini, melalui pelatihan dalam membuat kreasi berbagai produk olahan jamur tiram yang mereka budidayakan” kata Dr. Retno kepada tim humas FMIPA UI.

Ada tiga jenis produk makanan berbahan dasar jamur tiram yang mereka coba kembangkan, yaitu keripik, risoles, dan nuget. Keripik jamur tiram memang terbilang cukup digemari di kalangan masyarakat Indonesia, karena rasanya yang renyah, harga yang terjangkau, dan bahan baku jamur tiram mudah didapat. Di sisi perodusen, produk ini juga sangat sederhana sehingga bisa diproduksi oleh siapa saja.

“Tekstur keripik jamur yang crispy, membuat jenis makanan sehat ini banyak disukai orang. Pembuatannya pun sangat sederhana sehingga mudah dibuat oleh para ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar pusat budidaya jamur tiram Mikoponik  di desa Bojong Koneng” ujar Manager Kemahasiswaan FMIPA UI tersebut.

Meski begitu, lanjut Dr. Retno, warga juga harus mengembangkan produk inovasi lainnya. Ia pun melatih warga untuk membuat risoles dan nuget berbahan dasar jamur tiram.

Masyarakat tidak hanya diberikan bekal untuk membuat produk olahan jamur timar dengan cita rasa yang tinggi, namun yang tidak kalah penting adalah sosialisasi mengenai pengenalan branding product serta pengemasan secara higienis dan menarik. Ia dan timnya memperkenalkan produk keripik jamur desa Bojong Koneng dengan nama MikoQu.

Nama tersebut diambil dari nama program Mikoponik yang telah didanai oleh hibah dari Program Pengmas Unggulan Perguruan Tinggi (PPMUPT) yang didanai oleh Kementerian Riset dan Teknologi – Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Tim berharap ekosistem bisnis jamur ini dapat lebih berkelanjutan secara nasional dan membawa dampak positif bagi perekonomian warga Bojong Koneng.

Salah satu pengelola kumbung jamur tiram di Desa Bojong Koneng, Bapak Hadi,  menuturkan bahwa program tersebut menjadi alternatif di tengah pandemi COVID-19, saat permintaan jamur tiram segar menurun hingga 43,7% karena banyaknya rumah makan, café, dan hotel yang tidak beroperasi atau membatasi jam operasionalnya di masa PPKM ini.

Yeni sebagai salah satu penggiat pembuatan keripik jamur ini menjelaskan bahwa kegiatan yang dilaksanakan sangat bermanfaat bagi masyarakat desa dan harapannya bisa menjadi pendapatan tambahan untuk masyarakat sekitar.