Pelatihan KupuKita: Peran warga dan sains untuk kelestarian kupu-kupu perkotaan

Gerakan sains warga atau citizen science telah populer di Indonesia sejak tahun 2014. Gerakan ini mengedepankan kekuatan warga dalam pengumpulan data untuk suatu misi tertentu, salah satunya adalah konservasi biodiversitas. Indonesia dikenal baik sebagai negara yang kaya akan biodiversitas. Sayangnya, seringkali kelestarian biodiversitas tergerus oleh arus pembangunan, khususnya di wilayah perkotaan seperti di kawasan Jabodetabek. Meskipun demikian, masih tersisa ruang hijau yang menjadi habitat bagi para jenis satwa liar urban bernaung. Salah satunya yang paling mudah ditemukan adalah kupu-kupu.

Kupu-kupu merupakan salah satu agen penyerbuk tanaman memainkan peran dalam memberikan layanan ekosistem bagi lingkungan perkotaan. Sejatinya, kupu-kupu memainkan peran sebagai bio-indikator yang berarti bahwa keberadaan kupu-kupu dapat menjadi tolok ukur bagi kesehatan ekosistem perkotaan. Saat ini, pengamatan kupu-kupu atau butterfly watching belum begitu populer di Indonesia. Oleh karena itu, RCCC-UI bekerjasama dengan Tambora Muda dan melalui pendanaan oleh SEAMEO BIOTROP, memperkenalkan sebuah gerakan bernama KupuKita sebagai gerakan sains warga yang mempopulerkan pengamatan kupu-kupu yang dimulai dari pekarangan rumah masing-masing. Hanya dengan bermodalkan gawai dan panduan lengkap yang disediakan melalui platform http://kupukita.org, warga dapat melakukan pengamatan kupu-kupu kapan saja secara mandiri.

Untuk memperkenalkan kegiatan KupuKita dan juga membangun jejaring para pengamat kupu di Jabodetabek dan sekitarnya, KupuKita telah melaksanakan pelatihan perdana yang diikuti oleh 30 peserta dari Jabodetabek dan Jawa Barat dengan latar belakang umur dan pekerjaan yang beragam. Mulai dari peserta cilik yang masih duduk di bangku sekolah dasar hingga para mahasiswa, karyawan swasta, ibu rumah tangga dan fotografer. Pelatihan perdana dilakukan selama 2 hari secara daring melalui Zoom pada tanggal 12-13 Juni 2021.

Kegiatan pelatihan dibuka oleh kata sambutan dari pihak SEAMEO-BIOTROP, Ir. Sri Widayanti M.Si yang juga merupakan bagian dari tim KupuKita, serta kata sambutan dari Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat FMIPA-UI yaitu Prof. Dr. Ivandini T. Anggraningrum, M.Si. Menurut Ibu Sri dan Ibu Ivandini, gerakan ini dinilai penting dan dapat dilakukan secara strategis di masa pandemi saat ini. Misalnya sembari berkebun, warga bisa juga melakukan pengamatan kupu-kupu.

Pada hari pertama pelatihan, Dr. Nurul Laksmi Winarni memberikan paparan mengenai kegiatan KupuKita yang meliputi tujuan dari kegiatan KupuKita, fasilitas yang disediakan oleh KupuKita bagi warga dan juga kebermanfaatan yang didapat oleh warga saat mengikuti kegiatan KupuKita. Selain itu, terdapat paparan dari ahli kupu dari Pusat Penelitian Biologi LIPI, Dr. Djunijanti Peggie seputar kupu-kupu di daerah perkotaan dan juga paparan mengenai pengalaman pengamatan kupu-kupu oleh sang pengamat cilik kupu-kupu, Azka Nadhif Keandra. “Jangan takut menyediakan habitat bagi kupu-kupu. Misalnya pohon jeruk yang ada di rumah. Ketika ada kupu-kupu bertelur, bisa sekaligus diamati proses metamorfosisnya”, ujar Ibu Peggie. Menanggapi pertanyaan seputar waktu pengamatan kupu-kupu dari peserta, menurut Nadhif, kupu-kupu bisa diamati pagi, siang, dan sore. Biasanya, pada sore hari, kupu-kupu sudah mulai mencari tempat untuk istirahat. Sebagai penutup, tim KupuKita juga memberikan penjelasan secara teknis mengenai tata cara penggunaan platform KupuKita sebagai bekal para peserta dalam mengikuti kegiatan KupuKita kedepannya.

Pelatihan hari kedua dilanjutkan dengan pengambilan data secara mandiri oleh para peserta pelatihan yang dilakukan dari rumah masing-masing. Para peserta diajak untuk menjajal platform KupuKita sekaligus dipandu oleh tim KupuKita melalui Whatsapp Group dalam penggunaan platform yang telah disediakan serta dalam mengidentifikasi kupu-kupu. “Pelatihannya memiliki tujuan yang jelas dengan kesiapan perangkat pengambilan datanya. Meskipun tantangannya adalah harus memahami nama-nama kupu dalam bahasa ilmiah, tetapi saya merasa diapresiasi sekali ketika nama dan foto (yang diambil saat pengamatan kupu) muncul di web nya dan dimuat dalam peta sebaran kupu-kupu di Jabodetabek. Artinya, kegiatan kita ternyata telah berkontribusi untuk menciptakan lingkungan hidup yang lebih sehat dan lebih baik”, ujar Indrawan Miga sebagai peserta pelatihan aktif dan juga seorang guru di sekolah semut-semut the Natural School.

Adapun, pengambilan data secara mandiri dilakukan selama 7 hari pasca pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman peserta dalam melakukan pengamatan kupu-kupu. “Saya senang sekali bisa terlibat dan bertemu dengan orang-orang yang concern dengan pengamatan kupu. Terlebih, kami juga dibimbing oleh tim yang memang ahli di bidangnya. Jadi merasa tidak salah wadah. Kupu itu sering kita jumpai. Sayang kalau sampai tidak kita kenali. Saya berharap KupuKita bisa menjadi pendorong gerakan citizen science di bidang per-kupu-an. Burung sudah, kini giliran kupu-kupu! Di luar sana banyak sebenarnya yang minat mengenali kupu-kupu. Cuma tidak tahu saja harus ke mana. Semoga gerakan KupuKita semakin dikenal dan terus semangat sebagai pioner dalam mempopulerkan pengamatan kupu-kupu di kalangan awam”, sambut salah satu peserta pelatihan, Hening Swastikaningrum, seorang freelance writer dan juga pengamat kupu aktif.