Tim Mahasiswa FMIPA UI Usung Inovasi Energi Terbarukan Berbahan Dasar Sampah Organik

Berbagai inovasi guna mencari solusi alternatif sumber energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan demi mengurangi penggunaan energi fosil, terus diupayakan oleh banyak pihak. Pasalnya, penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan berbagai masalah global yang mempengaruhi kelangsungan hidup manusia, baik dari segi ketahanan energi maupun keamanan ekosistem. Salah satu dampaknya terhadap lingkungan adalah peningkatan emisi gas hasil pembakaran (polutan) yang menimbulkan efek gas rumah kaca dan tentu saja mempengaruhi kualitas udara. Selain itu, energi fosil memiliki keterbatasan cadangan, dan tak bisa diperbaharui.

Berlatar belakang hal itu, tim mahasiswa Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI) angkatan 2018 yang terdiri dari Ermita Rizki Umaya, Balqis Jihaan Nabila Budi, Margaretta Elsa Damayanti, Nalia Atalla Ramadhieni, dan Syahira Andini mencetuskan sebuah inovasi energi baru dan terbarukan berbasis sampah organik dari tanaman selada air (Pistia stratiotes) sebagai solusi alternatif untuk menanggulangi masalah tersebut.

Dibawah bimbingan Saifudin, M.Si., tim menuangkan ide gagasan berjudul Utilization of Pistia stratiotes L. Biogas As Renewable Energy Source itu ke dalam sebuah paper ilmiah yang turut disajikan dalam bentuk poster dan video dengan konten visual yang menarik dan mudah dipahami publik.

Kepada tim Humas FMIPA UI, Saifudin mengatakan bahwa pendekatan alternatif berupa energi terbarukan dapat menjadi solusi, salah satunya dengan menggunakan biogas dari biomassa tanaman, seperti Pistia stratiotes. Diketahui bahwa kandungan hemiselulosa P. stratiotes berperan sebagai substrat dalam proses fermentasi, sehingga menghasilkan gas metana (CH4), yang diketahui merupakan komponen utama biogas.

Sejak tahun 1980 hingga sekarang, menurutnya, penelitian terkait produksi biogas menggunakan P. stratiotes telah mengalami berbagai perkembangan terkait potensi serta metode produksinya, tetapi memiliki kesenjangan informasi (information gap) terkait metode manakah yang terbaik, serta pengaplikasiannya di lanskap masyarakat.

“Penelitian yang kami lakukan ini berupa review studi-studi terdahulu dan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang cukup untuk aplikasi P. stratiotes dalam produksi biogas di skala besar,” ujar Saifudin.

Terkait cara kerja, dosen dengan kepakaran botani tersebut menjelaskan, pembentukan biogas dengan P. stratiotes sebagai bahan dasar diawali dengan pre-treatment untuk menghilangkan pengotor. Selanjutnya, dilakukan proses anaerobic digestion yang merupakan serangkaian proses fermentasi. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai variasi metode, yakni batch, continuous, photofermentation, separate hydrolysis and fermentation (SHF), dan semi-batch. Proses-proses tersebut akan menghasilkan produk utama biogas, yakni gas metana (CH4), karbon dioksida (CO2), dan produk sampingan lainnya.

“Di antara kelima metode tersebut, tim menyimpulkan bahwa semi-batch lah yang merupakan metode paling baik dalam menghasilkan biogas untuk aplikasi skala besar. Selain aplikatif, kami menilai metode semi-batch dapat memenuhi nilai keekonomian sehingga tidak membebankan masyarakat jika nanti gas yang diproduksi sudah siap didistribusikan,” imbuhnya.

Tim kemudian membawa gagasan cemerlang ini dalam ajang internasional “Paper Competition MARS9” yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta.

Dan inovasinya tersebut mengantar tim melangkah ke babak final dengan keputusan pemenang yang akan ditentukan pada 20 Mei 2022 mendatang.

“Setelah lolos dari dua tahap sebelumnya, yaitu seleksi abstrak dan full paper, saat ini tim berhasil masuk ke tahap final dengan konten penilaian berupa pembuatan poster dan video. Adapun salah satu kriteria pemilihan pemenang adalah berupa jumlah like dan komen poster di sosial media (melalui akun instagram panitia @mars9official),” kata Saifudin menutup wawancara.