Magnet Permanen Logam Tanah Jarang: Perannya dalam Era Revolusi Industri 4.0

Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D, mengukuhkan enam guru besar UI dalam Sidang Terbuka Upacara Pengukuhan Guru Besar (GB). Salah seorang yang dikukuhkan tersebut adalah Prof. Dr. Azwar Manaf, M.Met. yang berasal dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI. Pengukuhan dilakukan secara virtual pada Sabtu (10/04).

Prof. Azwar menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul “Magnet Permanen Logam Tanah Jarang: Perannya dalam Era Revolusi Industri Empat Titik Nol”. Ia menjelaskan bahwa pengembangan material magnet permanen masih berjalan progressive sejak pertama kali baja atau steel difungsikan sebagai magnet permanen tahun 1900-an. “Fokus riset pada bidang ini lebih kepada pencarian material baru yang memiliki kerapatan energi magnet yang lebih tinggi. Kegiatan ini berjalan lebih seratus tahun dengan hasil penemuan magnet logam tanah jarang (LTJ) yang memiliki kerapatan energi magnet 68 kali lebih tinggi dibandingkan magnet steel,” ujarnya.

Prof. Azwar memaparkan kegiatan risetnya yang terus berlanjut seiring dengan perkembangan teknologi untuk menghasilkan material berstruktur ukuran nanometer. Sejak tahun 2000, fokus risetnya bergeser dari pencarian material baru kepada rekayasa struktur material menuju kepada magnet permanen berkemampuan kerapatan energi 1 MJ/m3 atau 150 kali lebih tinggi dibandingkan magnet steel. Menurutnya, hanya magnet permanen LTJ yang memiliki peluang menjadi magnet berenergi tinggi dan dengan demikian menjadi magnet permanen masa depan.

Baca juga : Prof. Dr. Azwar Manaf, M. Met. Dikukuhkan Sebagai Guru Besar FMIPA UI

Lebih lanjut Prof. Azwar menjelaskan bahwa sifat dari kerapatan energi magnet LTJ yang sangat tinggi, memiliki peluang menciptakan desain baru dengan prioritas volume effective. Hal ini menyebabkan magnet LTJ banyak dibutuhkan oleh industri. Penggunaannya terdistribusi pada berbagai sektor, antara lain sektor transportasi (mencapai 32%), industri listrik yang mencapai hampir 28%, terutama pada aplikasi generator dan motor listrik.

“Peran LTJ di era revolusi industri 4.0 menjadi salah satu fokus prioritas industri nasional dengan masuknya industri otomotif dan industri listrik dalam 5 sektor industri priotitas menuju Industri 4.0 di Indonesia. Era revolusi industri 4.0 dikenal sebagai era artificial inteligence dimana manusia lebih mengandalkan kemampuan mesin termasuk dalam aktifitas industri,” ujar Azwar. Magnet LTJ
berkemampuan tinggi, tidak memerlukan volume besar untuk berfungsi efektif dan dapat berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan teknologi industri 4.0 yang mengutamakan kinerja yang efisien dan ramah lingkungan.

Secara umum logam tanah jarang ditemukan dalam bentuk mineral fosfat, monazite, dan xenotime. Kandungan logam tanah jarang dalam monazite mencapai hampir 60%. Kedua jenis mineral ini terdapat pada beberapa wilayah antara lain di Provinsi Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawaesi Barat. Penghasil rare earth terbesar di dunia adalah Tiongkok, menguasai produksi rare earth hingga 60%, disusul oleh Australia sebesar 12%. Indonesia tidak termasuk penghasil logam tanah jarang yang diperhitungkan. Sektor industri elektonik dan otomotif yang telah menjadi sektor prioritas patut memperhatikan kebutuhan akan logam tanah jarang tersebut melalui penerapan prinsip sirkular ekonomi dapat menjadi alternatif untuk menciptakan nilai tambah pada kedua sektor tersebut.

Di akhir pidato, ia menyampaikan tentang pengolahan berbasis konsep penggunaan kembali dan daur ulang logam tanah jarang yang telah banyak dikeluarkan di era abad 21. Salah satunya adalah proses daur ulang Neodymium dan Dysprosium dari magnet permanen LTJ bekas. Magnet permanen LTJ mengandung lebih 32ò % berat unsur logam tanah jarang. Dalam suatu produk, material LTJ hadir dalam kuantitas serendah 1 kg seperti pada produk-produk elektrik, bisa setinggi 1000 kg sampai 2000 kg dalam generator pembangkit listrik dan turbin generator listrik tenaga angin. Berdasarkan informasi tersebut diatas cukup jelas bahwa material berbasiskan logam tanah jarang cukup memiliki potensi untuk penerapan sirkular ekonomi yang berfokus pada konsep tahapan proses 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, Revalue) menuju terciptanya revolusi industri 4.0.